Pemeriksaan Fisik Sistem Cardiovaskuler


Pemeriksaan Fisis Kardiovaskuler
KETERAMPILAN ANAMNESIS DAN
PEMERIKSAAN PEMERIKSAAN FISIK KARDIOVASKULER
Pendahuluan
Pemeriksaan fisik adalah pemeriksaan tubuh untuk menentukan adanya kelainan-kelainan dari suatu sistem atau suatu organ bagian tubuh dengan cara melihat (inspeksi), meraba (palpasi), mengetuk (perkusi) dan mendengarkan (auskultasi)
Umumnya pemeriksaan ini dilakukan secara berurutan (inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi). Khusus untuk pemeriksaan abdomen, sebaiknya auskultasi dilakukan sebelum palpasi.
Sebelum kita melakukan pemeriksaan fisik, maka terlebih dahulu kita harus melakukan komunikasi dokter(pemeriksa) dengan pasien (anamnesis). Kegiatan ini penting sebagai awal dari pemeriksaan fisik dan dapat membantu pemeriksa dalam mengarahkan diagnosis penyakit pada pasien. Begitu pentingnya anamnesis ini, maka kadang-kadang belum kita lakukan pemeriksaan fisik maka diagnosis sudah dapat diperkirakan.
Secara khusus pemeriksaan fisik kardiovaskuler dalam pelaksanaannya tidak beda jauh dengan sistim lain yaitu secara berurutan dilakukan pemeriksaan melihat (inspeksi), meraba (palpasi), mengetuk (perkusi) dan mendengarkan (auskultasi).
Pemeriksaan fisik kardiovaskuler biasanya dimulai dengan pemeriksaan tekanan darah dan denyut nadi . Kemudian diperiksa tekanan vena jugularis, dan akhirnya baru pemeriksaan jantung.
Dalam pemeriksaan selanjutnya pada jantung disamping ditemukan adanya hasil pemeriksaan normal, juga bisa kita dapati kelainan-kelainan hasil pemeriksaan fisik yang meliputi antara lain : batas jantung yang melebar, adanya berbagai variasi abnormal bunyi jantung dan bunyi tambahan berupa bising (murmur).
Disamping anamnesis dan pemeriksaan fisik, maka pemeriksaan penunjang cukup membantu pemeriksa dalam menegakkan diagnosis.
Pemeriksaan fisis jantung meliputi :
a. Inspeksi
b. Palpasi
c. Perkusi
d. Auskultasi
Inspeksi
Voussure Cardiaque
Merupakan penonjolan setempat yang lebar di daerah precordium, di antara sternum dan apeks codis. Kadang-kadang memperlihatkan pulsasi jantung . Adanya voussure Cardiaque, menunjukkan adanya :
- kelainan jantung organis
- kelainan jantung yang berlangsung sudah lama/terjadi sebelum penulangan sempurna
- hipertrofi atau dilatasi ventrikel
Ictus
Pada orang dewasa normal yang agak kurus, seringkali tampak dengan mudah pulsasi yang disebut ictus cordis pada sela iga V, linea medioclavicularis kiri. Pulsasi ini letaknya sesuai dengan apeks jantung. Diameter pulsasi kira-kira 2 cm, dengan punctum maksimum di tengah-tengah daerah tersebut. Pulsasi timbul pada waktu sistolis ventrikel. Bila ictus kordis bergeser ke kiri dan melebar, kemungkinan adanya pembesaran ventrikel kiri. Pada pericarditis adhesive, ictus keluar terjadi pada waktu diastolis, dan pada waktu sistolis terjadi retraksi ke dalam. Keadaan ini disebut ictus kordis negatif.
Pulpasi yang kuat pada sela iga III kiri disebabkan oleh dilatasi arteri pulmonalis. Pulsasi pada supra sternal mungkin akibat kuatnya denyutan aorta. Pada hipertrofi ventrikel kanan, pulsasi tampak pada sela iga IV di linea sternalis atau daerah epigastrium. Perhatikan apakah ada pulsasi arteri intercostalis yang dapat dilihat pada punggung. Keadaan ini didapatkan pada stenosis mitralis. Pulsasi pada leher bagian bawah dekat scapula ditemukan pada coarctatio aorta.
Palpasi
Hal-hal yang ditemukan pada inspeksi harus dipalpasi untuk lebih memperjelas mengenai lokalisasi punctum maksimum, apakah kuat angkat, frekuensi, kualitas dari pulsasi yang teraba.
Pada mitral insufisiensi teraba pulsasi bersifat menggelombang disebut ”vantricular heaving”. Sedang pada stenosis mitralis terdapat pulsasi yang bersifat pukulan-pukulan serentak diseubt ”ventricular lift”.
Disamping adanya pulsasi perhatikan adanya getaran ”thrill” yang terasa pada telapak tangan, akibat kelainan katup-katup jantung. Getaran ini sesuai dengan bising jantung yang kuat pada waktu auskultasi. Tentukan pada fase apa getaran itu terasa, demikian pula lokasinya.
Perkusi
Kegunaan perkusi adalah menentukan batas-batas jantung. Pada penderita emfisema paru terdapat kesukaran perkusi batas-batas jantung. Selain perkusi batas-batas jantung, juga harus diperkusi pembuluh darah besar di bagian basal jantung.
Pada keadaan normal antara linea sternalis kiri dan kanan pada daerah manubrium sterni terdapat pekak yang merupakan daerah aorta. Bila daerah ini melebar, kemungkinan akibat aneurisma aorta.
Auskultasi Jantung
Pemeriksaan auskultasi jantung meliputi pemeriksaan :
- bunyi jantung
- bising jantung
- gesekan pericard
Bunyi Jantung
Untuk mendengar bunyi jantung diperhatikan :
1. lokalisasi dan asal bunyi jantung
2. menentukan bunyi jantung I dan II
3. intensitas bunyi dan kualitasnya
4. ada tidaknya unyi jantung III dan bunyi jantung IV
5. irama dan frekuensi bunyi jantung
6. bunyi jantung lain yang menyertai bunyi jantung.
1. Lokalisasi dan asal bunyi jantung
Auskultasi bunyi jantung dilakukan pada tempat-tempat sebagai berikut :
- ictus cordis untuk mendengar bunyi jantung yang berasal dari katup mitral
- sela iga II kiri untuk mendengar bunyi jantung yang berasal dari katup pulmonal.
- Sela iga III kanan untuk mendengar bunyi jantung yang berasal dari aorta
- Sela iga IV dan V di tepi kanan dan kiri sternum atau ujung sternum untuk mendengar bunyi jantung yang berasal dari katup trikuspidal.
Tempat-tempat auskultasi di atas adalah tidak sesuai dengan tempat dan letak anatomis dari katup-katup yang bersangkutan. Hal ini akibat penghantaran bunyi jantung ke dinding dada.
2. Menentukan bunyi jantung I dan II
Pada orang sehat dapat didengar 2 macam bunyi jantung :
- bunyi jantung I, ditimbulkan oleh penutupan katup-katup mitral dan trikuspidal. Bunyi ini adalah tanda mulainya fase sistole ventrikel.
- Bunyi jantung II, ditimbulkan oleh penutupan katup-katup aorta dan pulmonal dan tanda dimulainya fase diastole ventrikel.
Bunyi jantung I di dengar bertepatan dengan terabanya pulsasi nadi pada arteri carotis.
Intesitas dan Kualitas Bunyi
Intensitas bunyi jantung sangat dipengaruhi oleh keadaan-keadaan sebagai berikut :
- tebalnya dinding dada
- adanya cairan dalam rongga pericard
Intensitas dari bunyi jantung harus ditentukan menurut pelannya atau kerasnya bunyi yang terdengar. Bunyi jantung I pada umumnya lebih keras dari bunyi jantung II di daerah apeks jantung, sedangkan di bagian basal bunyi jantung II lebih besar daripada bunyi jantung I. Jadi bunyi jantung I di ictus (M I) lebih keras dari M 2, sedang didaerah basal P 2 lebih besar dari P 1, A 2 lebih besar dari A 1.
Hal ini karena :
M 1 : adalah merupakan bunyi jantung akibat penutupan mitral secara langsung.
M 2 : adalah penutupan katup aorta dan pulmonal yang dirambatkan.
P 1 : adalah bunyi M 1 yang dirambatkan
P 2 : adalah bunyi jantung akibat penutupan katup pulmonal secara langsung
A 1 : adalah penutupan mitral yang dirambatkan
A 2 : adalah penutupan katub aorta secara langsung
A 2 lebih besar dari A 1.
Kesimpulan : pada ictus cordis terdengar bunyi jantung I secara langsung sedang bunyi jantung II hanya dirambatkan (tidka langsung)
Sebaliknya pada daerah basis jantung bunyi jantung ke 2 merupakan bunyi jantung langsung sedang bunyi I hanya dirambatkan
Beberapa gangguan intensitas bunyi jantung.
- Intensitas bunyi jantung melemah pada :
* orang gemuk
* emfisema paru
* efusi perikard
* payah jantung akibat infark myocarditis
- Intensitas bunyi jantung I mengeras pada:
* demam
* morbus basedow (grave’s disease)
* orang kurus (dada tipis)
- Intensitas bunyi jantung A 2 meningkat pada :
* hipertensi sistemik
* insufisiensi aorta
- Intensitas bunyi jantung A 2 melemah pada :
* stenose aorta
* emfisema paru
* orang gemuk
- Intensitas P 2 mengeras pada :
* Atrial Septal Defect (ASD)
* Ventricular Septal Defect (VSD)
* Patent Ductus Arteriosus (PDA)
* Hipertensi Pulmonal
- Intensitas P 2 menurun pada :
* Stenose pulmonal
* Tetralogy Fallot, biasanya P 2 menghilang
Intensitas bunyi jantung satu dengan yang lainnya (yang berikutnya) harus dibandingkan. Bila intensitas bunyi jantung tidak sama dan berubah ubah pada siklus-siklus berikutnya, hal ini merupakan keadaan myocard yang memburuk.
Perhatikan pula kualitas bunyi jantung
Pada keadaan splitting (bunyi jantung yang pecah), yaitu bunyi jantung I pecah akibat penutupan katup mitral dan trikuspid tidak bersamaan. Hal ini mungkin ditemukan pada keadaan normal.
Bunyi jantung ke 2 yang pecah, dalam keadaan normal ditemukan pada waktu inspitasi di mana P 2 lebih lambat dari A 2. Pada keadaan dimana splitting bunyi jantung tidak menghilang pada respirasi (fixed splitting), maka keadaan ini biasanya patologis dan ditemukan pada ASD dan Right Bundle branch Block (RBBB).
Ada tidaknya bunyi jantung III dan bunyi jantung IV
Bunyi jantung ke 3 dengan intensitas rendah kadang-kadang terdengar pada akhir pengisian cepat ventrikel, bernada rendah, paling jelas pada daerah apeks jantung.
Dalam keadaan normal ditemukan pada anak-anak dan dewasa muda. Dalam keadaan patologis ditemukan pada kelainan jantung yang berat misalnya payah jantung dan myocarditis. Bunyi jantung 1, 2 dan 3 memberi bunyi seperti derap kuda, disebut sebagai protodiastolik gallop.
Bunyi jantung ke 4 terjadi karena distensi ventrikel yang dipaksakan akibat kontraksi atrium, paling jelas terdengar di apeks cordis, normal pada anak-anak dan pada orang dewasa didapatkan dalam keadaan patologis yaitu pada A – V block dan hipertensi sistemik.
Irama yang terjadi oleh jantung ke 4 disebut presistolik gallop
Irama dan frekuensi bunyi jantung
Irama dan frekuensi bunyi jantung harus dibandingkan dengan frekuensi nadi. Normal irama jantung adalah teratur dan bila tidak teratur disebut arrhytmia cordis.
Frekuensi bunyi jantung harus ditentukan dalam semenit, kemudian dibandingkan dengan frekuensi nadi. Bila frekuensi nadi dan bunyi jantung masing-masing lebih dari 100 kali per menit disebut tachycardi dan bila frekuensi kurang dari 60 kali per menit disebut bradycardia.
Kadang-kadang irama jantung berubah menurut respirasi. Pada waktu ekspirasi lebih lambat, keadaan ini disebut sinus arrhytmia. Hal ini disebabkan perubahan rangsang susunan saraf otonom pada S – A node sebagai pacu jantung.
Jika irama jantung sama sekali tidak teratur disebut fibrilasi. Adakalanya irama jantung normal sekali-kali diselingi oleh suatu denyut jantung yang timbul lebih cepat disebut extrasystole, yang disusul oleh fase diastole yang lebih panjang (compensatoir pause). Opening snap, disebabkan oleh pembukaan katup mitral pada stenosa aorta, atau stenosa pulmonal kadang-kadang didapatkan sistolik …. dalam fase sistole segera setelah bunyi jantung I dan lebih jelas pada hypertensi sistemik.
Bunyi jantung lain yang menyertai bunyi jantung.
Bising Jantung (cardiac murmur)
Disebabkan :
- aliran darah bertambah cepat
- penyempitan di daerah katup atau pembuluh darah
- getaran dalam aliran darah oleh pembuluh yang tidak rata
- aliran darah dari ruangan yang sempit ke ruangan yang besar
- aliran darah dari ruangan yang besar ke ruangan yang sempit.
Hal-hal yang harus diperhatikan bila terdengar bising ;
1. Lokalisasi Bising
Tiap-tiap bising mempunyai lokalisasi tertentu, dimana bising itu terdengar paling keras (punctum maximum). Dengan menetukan punctum maximum dan penyebaran bising, maka dapat diduga asal bising itu :
- punctum maximum di apeks cordis, berasal dari katup mitral
- punctum maximum di sela iga 2 kiri, berasal dari katup pulmonal
- punctum maximum di sela iga 2 kanan, berasal dari katup aorta
- punctum maximum pada batas sternum kiri, berasal dari ASD atau VSD.
2. Penjalaran Bising
Bising jantung masih terdengar di daerah yang berdekatan dengan lokasi dimana bising itu terdengar maksimal, ke suatu arah tertentu, misalnya :
- Bising dari stenosa aorta menjalar ke daerah carotis
- Bising insufiensi aorta menjalar ke daerah batas sternum kiri.
- Bising dari insufisiensi mitral menjalar ke aksilia, punggung dan ke seluruh precordium.
- Bising dari stenosis mitral tidak menjalar atau hanya terbatas kesekitarnya.
3. Intensitas Bising
Levine membagi intensitas bising jantung dalam 6 tingkatan :
Tingkat I : bising yang sangat lemah, hanya terdengar dengan
konsentrasi.
Tingkat II : bising lemah, namun dapat terdengar segera waktu
auskultasi.
Tingkat III : sedang, intensitasnya antara tingkat II dan tingkat IV.
Tingkat IV : bising sangat keras, sehingga terdengar meskipun stetoskp
belum menempel di dinding dada.
4. Jenis dari Bising
Jenis bising tergantung pada dase bising timbul :
Bising Sistole, terdengar dalam fase sistole (antara bunyi jantung 1 dan bunyi jantung 2)
Dikenal 2 macam bising sistole :
- Bising sistole tipe ejection, timbul akibat aliran darah yang dipompakan melalui bagian yang menyempit dan mengisi sebagian fase sistole. Didapatkanpada stenosis aorta, punctum maximum di daerah aorta.
- Bising sistole tipe pansistole, timbul sebagai akibat aliran balik yang melalui bagian jantung yang masih terbuka dan mengisi seluruh fase systole. Misalnya pada insufisiensi mitral.
Bising Diastole, terdengar dalam fase diastole (antara bunyi jantung 2 dan bunyi jantung 1), dikenal antara lain :
- Mid-diastole, terdengar pada pertengahan fase diastole misalnya pada stenosis mitral.
- Early diastole, terdengar segara setelah bunyi jantung ke 2. misalnya pada insufisiensi sorta.
- Pre-sistole, yang terdengar pada akhir fase diastole, tepat sebelum bunyi jantung 1, misalnya pada stenosis mitral. Bising sistole dan diastole, terdengar secara kontinyu baik waktu sistole maupun diastole. Misalnya pda PDA
5. Apakah Bising Fisiologis atau Patologis
Bising fisiologis (fungsionil), perlu dibedakan dengan bising patalogis.
Beberapa sifat bising fungsionil :
- Jenis bising selalu sistole
- Intensitas bising lemah, tingkat I-II dan pendek,
- Pada umumnya terdengar paling keras pada daerah pulmonal, terutama pada psisi telungkup dan ekspirasi penuh.
- Dipengaruhi oleh perubahan posisi.
Dengan demikian bising diastole, selalu merupakan bising patalogis, sedang bising sistole, dapat merupakan merupakan bising patalogis atau hanya fungsionil.
Bising fungsionil dijumpai pada beberapa keadaan :
- demam
- anemia
- kehamilan
- kecemasan
- hipertiroidi
- beri-beri
- atherosclerosis.
6. Kualitas dari BIsing
Apakah bising yang terdengar itu bertambahkeras (crescendo) atau bertambah lemah (descrescendo). Apakah bersifat meniup (blowing) atau menggenderang (rumbling).
Gerakan Pericard
Gesekan pericard merupakan gesekan yang timbul akibat gesekan antara pericard visceral dan parietal yang keduanya menebal atau permukaannya kasar akibat proses peradangan (pericarditis fibrinosa). Gesekan ini terdengar pada waktu sistole dan diastole dari jantung, namun kadang-kadang hanya terdengar waktu sistole saja. Gesekan pericard kadang-kadang hanya terdengar pada satu saat saja (beberapa jam) dan kemudian menghllang.
Gesekan pericard sering terdengar pada sela iga 4-5 kiri, di tepi daerah sternum. Sering dikacaukan dengan bising jantung.
Indikasi :
Pemeriksaan fisik kardiovaskuler dilakukan untuk :
1. Kelengkapan dari rangkaian anamnesis yang dilakukan pada pasien
2. Mengetahui diagnosis penyakit dari seorang pasien
3. Membantu dokter dalam melakukan tindakan selanjutnya pada pasien
4. Mengetahui perkembangan serta kemajuan terapi pada pasien
5. Dipakai sebagai standar pelayanan dalam memberikan pelayanan paripurna terhadap pasien.
Anamnesis dan Pemeriksaan fisik kardiovaskuler :
Tujuan pembelajaran :
Tujuan Umum :
Setelah kegiatan ini mahasiswa mampu melakukan anamnesis lengkap dan pemeriksaan fisik kardiovaskuler normal maupun tidak normal secara berurutan.
Tujuan Khusus :
Setelah kegiatan ini mahasiswa mampu:
1. Mempersiapkan pasien dalam rangka pemeriksaan fisik
2. Melakukan komunisasi / anamnesis dengan pasien secara lengkap
3. Melakukan pemeriksaan Inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi secara terperinci
4. Melakukan pemeriksaan sesuai prosedur yang ada
5. Mengenal dan menentukan variasi abnormal bunyi jantung dan bunyi tambahan (bising)
Media dan alat bantu pembelajaran :
a. Daftar panduan belajar untuk anamnesis
b. Daftar panduan belajar untuk pemeriksaan fisik kardiovaskuler
c. Stetoskop, lap, wastafel (air mengalir), probandus / manekin / Auscultation trainer dan Smartscope / Amplifier speaker system / Dual head training stetoscope
d. Status penderita pulpen, pensil.
Metode Pembelajaran
1. Demonstrasi sesuai dengan daftar panduan belajar
2. Ceramah
3. Diskusi
4. Parsipasi aktif dalam skills lab. (simulasi)
5. Evaluasi melalui check list/daftar tilik dengan sistim skor
DESKRIPSI KEGIATAN
KEGIATAN WAKTU DESKRIPSI
1. Pengantar 5 menit Pengantar
2. Bermain peran tanya & jawab 30 menit 1. Mengatur posisi duduk mahasiswa
2. Dua orang dosen (instruktor/co-instruktur) memberikan contoh bagaimana cara melakukan anamnesis secara umum. Satu orang dosen iInstruktur) sebagai dokter dan satu sebagai pasien. Mahasiswa menyimak dan mengamati
3. Memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk bertanya dan dosen (instruktur) memberikan penjelasan tentang aspek-aspek yang penting
4. Selanjuntya kegiatan dilanjutkan dengan pemeriksaan fisik pada manikin atau probandus
5. Mahasiswa dapat memperhatikan dan menanyakan hal-hal yang belum dimengerti dan dosen (instruktur) menanggapinya.
3. Praktek bermain peran dengan umpan balik 100 menit 1. Mahasiswa dibagi menjadi pasangan-pasangan. Seorang mentor diperlukan untuk mengamati 2 pasangan
2. Setiap pasangan berpraktek, satu orang sebagai dokter (pemeriksa) dan satu orang sebagai pasien secara serentak
3. Mentor memberikan tema khusus atau keluhan utama kepada pasien dan selanjutnya akan ditanyakan oleh si pemeriksa (dokter)
4. Mentor berkeliling diantara mahasiwa dan melakukan supervisi menggunakan ceklis
5. Setiap mahasiswa paling sedikit berlatih satu kali
4.Curah pendapat/ diskusi 15 menit 1. Curah pendapat/diskusi : Apa yang dirasakan mudah ? Apa yang sulit ? Menanyakan bagaimana perasaan mahasiswwa yang berperan sebagai pasien. Apa yang dapat dilakukan oleh dokter agar pasien merasa lebih nyaman ?
2. Dosen (instruktur) menyimpulkan dengan menjawab pertanyaan terakhir dan memperjelas hal-hal yang masih belum dimengerti
Total waktu 150 menit
PENUNTUN BELAJAR
ANAMNESIS DAN PEMERIKSAAN FISIK KARDIOVAKULER
A. ANAMNESIS KELUHAN UTAMA NYERI DADA
NO LANGKAH KLINIK KASUS
1 Mengucapkan salam, lalu pemeriksa berdiri dan melakukan jabat tangan
2. Mempersilahkan duduk berseberangan/berhadapan
3. Berikan respon yang baik dalam rangka membina sambung rasa
4. Menjaga suasana santai dan rileks. Berbicara dengan lafal yang jelas dengan menggunakan bahasa yang dipahami, dan menyebutkan nama pasien.
5. Menanyakan indentitas:nama, umur, alamat, pekerjaan
6. Menanyakan keluhan utama (nyeri dada) dan menggali riwayat penyakit sekarang.
Tanyakan :
• Onset dan durasi nyeri dada : timbul mendadak, kapan dan sudah berapa lama
• Sifat nyeri dada : terus menerus atau intermitten
• Penjalaran nyeri dada : lengan/tangan, dagu, punggung, atau menetap didada
• Tanyakan gejala lain yang berhubungan :
- Jantung berdebar-debar, sesak napas, batuk, berkeringat, rasa tentindih beban berat, rasa tercekik, masuk angin
- Mual, muntah, nyeri perut/ulu hati
- Kejang, pusing, otot lemah /lumpuh, nyeri pada ekstremitas, edema (bengkak)
- Pingsang, badan lemah/lelah
10 Menggali penyakit dahulu serupa dan yang berkaitan, untuk menilai apakah penyakit sekarang ada hubungannya yang lalu
11 Menggali penyakit keluarga dan lingkungan dengan :
• Tanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita/pernah menderita penyakit /ganguan yang sama
• Mengenai penyakit menular, tanyakan seberapa dekat/sering bertemu dengan anggota keluarga yang sakit
12 Melakukan cek silang
B. PEMERIKSAAN TEKANAN DARAH, NADI DAN TEKANAN VENA JUGULARIS
Sebelum dilakukan pemeriksaan fisik jantung, maka pemeriksaan kardiovaskuler biasanya dimulai dengan pemeriksaan tekanan darah , nadi/denyut jantung dan pulsasi arteri , tekanan vena jugularis
NO. LANGKAH KLINIK Kasus
A. PENGUKURAN TEKANAN DARAH
1. Siapkan alat tensimeter /pengukur tekanan darah yang akan digunakan
2. Pemeriksa meminta izin kepada pasien /keluarga untuk diperiksa
3. Pemeriksa menempatkan diri di sebelah kanan pasien
4. Memberikan penjelasan pemeriksaan sehubungan dengan tindakan yang akan dilaksanakan
5. Menempatkan penderita dalam keadaan duduk / berbaring dengan lengan rileks, sedikit menekuk pada siku dan bebas dari tekanan oleh pakaian
6. Pasien disuruh rileks dan tenang
7. Menempatkan tensimeter dengan membuka aliran air raksa, mengecek saluran pipa dan meletakkan manumeter vertikal
8. Menggunakan stetoskop dengan corong bel yang terbuka
9. Memasang manset sedemikian rupa sehingga melingkari lengan atas secara rapi dan tidak terlalu ketat (2 cm di atas siku) dan sejajar jantung
10. Dapat meraba pulsasi arteri brachialis di fossa cubiti sebelah medial
11. Dengan satu jari meraba pulsasi a. Brachialis dengan cepat sampai 30 mmHg di atas hilangnya pulsasi / melaporkan hasilnya
12. Menurunkan tekanan manset perlahan-lahan sampai pulsasi arteri teraba kembali/melaporkan hasil sebagai tekanan sistolik palpatoir
13. Mengambil stetoskop dan memasang corong bel pada tempat perabaan pulsasi
14. Memompa kembali manset sampai 30 mmHg di atas tekanan sistolik palpatoir
15. Mendengarkan melalui stetoskop, sambil menurunkan perlahan-lahan / 3 mmHg per detik dan melaporkan saat mana mendengar bising pertama / sebagai tekanan sistolik
16. Melanjutkan penurunan tekanan manset sampai suara bising yang terakhir sehingga setelah itu tidak terdengar bising lagi / sebagai tekanan diastolik
17. Dapat melaporkan hasil tekanan sistolik dan diastolik
18. Melepas manset dan mengembalikannya
19. Alat tensimeter/pengukur tekanan darah disimpan selalu dalam keadaan air raksa tertutup
B. PEMERIKSAAN NADI
1. Pemeriksaan disuruh tenang
2. Meletakkan lengan yang akan diperiksa dalam keadaan rileks
3. Menggunakan jari telunjuk dan jari tengah untuk meraba a. Radialis
3. Menghitung frekuensi denyut nadi minimal 15 detik (bila denyutan nadi teratur, tetapi bila tidak teratur maka dihitung dalam 1 menit dan dicocokkan dengan denyut jantung)
4. Melaporkan hasil frekuensi nadi dalam satu menit
C. PEMERIKSAAN TEKANAN VENA JUGULARIS
1 Penderita mula-mula disuruh berbaring tanpa bantal, bila titik kolaps tidak nampak penderita disuruh pakai bantal
2. Membuat penderita berbaring dengan kepala membuat sudut 30 derajat,
3. Leher penderita harus diluruskan
4. Lakukan penekanan pada vena jugularis di bawah angulus mandibula dan kemudian cari dan tentukan titik kolaps
5. Tentukan jaraknya berapa cm dari bidang yang melalui angulus ludovici (patokan jarak dari vena cava superior + 5 cm /selanjutnya disebut R cm)
6. Bila permukaan titik kolaps vena jugularis berada 5cm dibawah bidang horizontal yang melalui angulus ludovici, maka tekanan vena jugularis (CVP) sama dengan R-5 cm H20, sedang bila titik kolapsnya berasa 2 cm diatas berarti CVP R + 2 cm H20
6. Bila hasil CVP kiri dan kanan berbeda, maka diambil CVP yang lebih rendah
C. PEMERIKSAAN FISIK JANTUNG
1. Inspeksi dan palpasi
NO LANGKAH KLINIK KASUS
1 Melakukan inspeksi dari sisi kanan pasien dan dari arah kaki penderita untuk menentukan apakah simetris atau tidak simetris
2. Kemudian lakukan inspeksi dari sisi sebelah kanan tempat tidur pada dinding depan dada dengan cermat, perhatikan adanya pulsasi
3. Perhatikan daerah apex kordis, apakah iktus kordis nampak atau tidak nampak
4. Mempalpasi iktus kordis pada lokasi yang benar
5. Meraba iktus kordis dengan ujung jari-jari, kemudian ujung satu jari
6. Meraba iktus kordis sambil mendengarkan suara jantung untuk menentukan durasinya
7 Mempalpasi impuls ventrikel kanan dengan meletakkan ujung jari-jari pada sela iga 3,4 dan 5 batas sternum kiri
8 Meminta penderita untuk menahan napas pada waktu ekspirasi sambil mempalpasi daerah diatas
9 Mempalpasi daerah epigastrium dengan ujung jari yang diluruskan untuk merasakan impuls/pulsasi ventrikel kanan
10 Arah jari ke bahu kanan
11 Mempalpasi daerah sela iga 2 kiri untuk merasakan impuls jantung pada waktu ekspirasi
12 Mempalpasi daerah sela iga 2 kanan untuk meraskan impuls suara jantung dengan tekhnik yang sama
2. Perkusi
NO LANGKAH KLINIK KASUS
1. Melakukan perkusi untuk menentukan batas jantung yaitu dengan menentukan batas jantung relatif yang merupakan perpaduan bunyi pekak dan sonor
2. Menentukan batas jantung kanan relatif dengan perkusi dimulai dengan penentuan batas paru hati, kemudian 2 jari diatasnya melakukan perkusi dari lateral ke medial
3. Jari tengah yang dipakai sebagai plessimeter diletakkan sejajar dengan sternum sampai terdenganr perubahan bunyi ketok sonor menjadi pekak relatif (normal batas jantung kanan relatif terletak pada linea sternalis kanan)
4. Batas jantung kiri relatif sesuai dengan iktus kordis yang normal, terletak pada sela iga 5-6 linea medioclavicularis kiri
5. Bila iktus kordis tidak diketahui, maka batas kiri jantung ditentukan dengan perkusi pada linea axillaris media ke bawah. Perubahan bunyi dari sonor ke tympani merupakan batas paru-paru kiri. Dari Batas paru-paru kiri dapat ditentukan batas jantung kiri relatif
5. Dari atas (fossa supra clavicula) dapat dilakukan perkusi ke bawah
6. Mencatat hasil perkusi untuk mentukan batas jantung
3. Auskultasi
NO LANGKAH KLINIK KASUS
1. Penderita diminta untuk rileks dan tenang
2. Penderita dalam posisi berbaring dengan sudut 30o
3. Dalam keadan tertentu penderita dapat dirubah posisinya (tidur miring, duduk)
4. Penderita diminta bernapas biasa
5. Pusatkan perhatian pertama pada suara dasar jantung, baru perhatikan adanya suara tambahan
6. Mulailah Melakukan auskultasi pada beberapa tempat yang benar :
• Di daerah apeks / Iktus kordis untuk mendengar bunyi jantung yang berasal dari katup mitral ( dengan corong stetoskop)
• Di daerah sela iga II kiri untuk mendengar bunyi jantung yang berasal dari katup pulmonal (dengan membran)
• Di daerah sela iga II kanan untuk mendengan bunyi jantung berasal dari aorta (dengan membran)
• Di daerah sela iga 4 dan 5 di tepi kanan dan kiri sternum atau ujung sternum untuk mendengar bunyi jantung yang berasal dari katup trikuspidal (corong stetoscop)
2. Perhatikan irama dan frekuensi suara jantung
3. Bedakan antara sistolik dan diastolik
4. Usahakan mendapat kesan intensitas suara jantung
5. Perhatikan adanya suara-suara tambahan atau suara yang pecah
6. Tentukan apakah suara tambahan (bising) sistolik atau diastolik
7. Tentukan daerah penjalaran bising dan tentukan titik maksimunnya
8. Catat hasil auskultasi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar